MI Maarif Klesman, Perjalanan Panjang Raih Kualitas

Menghadapi zaman yang terus berkembang dan berubah, manusia tak cukup hanya berbekal ilmu agama. Perlu kelengkapan ilmu-ilmu pengetahuan umum atau sains agar tidak tersisih dari arus zaman.

Kesadaran akan pentingnya semua ilmu bagi bekal kehidupan manusia inilah, yang  nampaknya disadari sejak awal oleh Madrasah Ibtidaiyah (MI) Maarif Klesman Kabupaten Wonosobo yang dalam mendirikan dan menggagasnya melalui proses perjalanan yang sangat panjang.

Pihak sekolah selalu mengedepankan kepada siswa didiknya agar dapat memahami ilmu agama dan ilmu umum.

“Semua ilmu itu penting, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Pendidikan ilmu agama kita terapkan 100 persen dan ilmu umum juga 100 persen,” kata mantan Kepala MI Maarif  Klesman, H Ahmad Muhtasor.

Ilmu, kata Muhtasor, harus dipelajarai semuanya tanpa menganaktirikan ilmu yang lain. “Baik ilmu agama maupun ilmu umum, wajib dipelajarai.  Diranah implementasi, tentu mebutuhkan kajian sesuai budaya yang ada.”

MI Maarif yang kini mendapatkan Akreditasi “A” dari Badan Akreditasi Madrasah dan Sekolah ini, tidak berdiri dengan serta merta. Proses panjang melingkupi pendirian sekolah yang gagasan awalnya dilontarkan oleh beberapa tokoh masyarakat desa Klesman.

Sebagai langkah awal, digelarlah rapat dengan sembilan tokoh yang melambangkan sembilan bintang di logo MI Maarif Klesman. Sembilan tokoh tersebut, yakni, Sa’roni, Kholiq, Mustamar, H Safrudin, Kiai Khoeron, H Habban, Affandi, H Thoyib, Toha Abdurahman (Dosen UIN Sunan Kalijaga).

Kala itu tahun 1963, sembilan  pendiri MI Maarif Klesman, prihatin. Kultur masyarakat setempat yang hanya mementingkan ilmu agama. Sementara ilmu pengetahuan umum yang juga berfaedah untuk meraih kebahagiaan hidup seolah terabaikan.Keprihatinan itu tak menjangkit hanya sebagai kegelisahan. Tetapi diiringi pemikiran jernih, tindakan, dan tekad untuk mewujudkan suatu wadah pengajaran yang komplit sekaligus memadai. Kemudian dibangunlah Madrasah Wajib Belajar (MWB), bangunan sederhana dilahan kosong sebelah Masjid Al Ghofur.

Dalam perjalanannya, pada tahun 1972 berubahlah menjadi MI Maarif Klesman. “Nama sekolah awalnya MWB. Akan tetapi dalam perkembangannya berganti menjadi MI Maarif,” jelas Muhtasor.Itulah kilasan riwayat Madrasah Ibtidaiyah (MI) Maarif Klesman. Madrasah yang berlokasi didesa Klesman, Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo.

Raih Prestasi

Kerja keras para guru dan karyawan MI Maarif Klesman tidak sia-sia. Kualitas sarana dan prasarana serta kualitas pengajaran selalu ditingkatkan.  Sehingga prestasi pun sering diraih oleh MI Maarif Klesman dalam berbagai perlombaan.

Sementara berbagai prestasi yng diukir siswa-siswi MI Maarif Klesman. Wakil Kepala MI Maarif Klesman zainul Muntaha saat ditemui wartawan Wonosobo Ekspres mengatakan, siswa-siswi MI Maarif sering mendapatkan juara, baik tingkat Kecamatan maupun tingkat kabupaten. Bahkan untuk Porseni Tahun kemarin kita mendapatkan juara umum.

“Dalam porseni tingkat kabupaten, para siswa mendapatkan juara 1 lomba pidato Bahasa Arab (Putri), Pidato Bahasa Ingris (Putra-Putri) dan juara III Pada lomba catur (Putra-Putri),” tambahnya.

Jumlah anak didik terakhir kali adalah 221 siswa. Visi yang diemban oleh madrasah yang pernah juara umum Posrseni Kabupaten Wonosobo ini, pun menampakkan suatu keinginan untuk unggul dalam prestasi dan menciptakan siswa yang luhur budi pekertinya. Yakni, “Unggul dalam prestasi, Luhur Budi Pekerti, Mantap Bereligi.”

Terpaut hal ini, Muntaha mengatakan, tujuan pendidikan tidak lain agar manusia lebih maju dan hidup terdidik.

Dalam rangka pengimbangan intelektualitas, religiusitas siswa juga dipupuk dan dilatih. Misal mengajak siswa shalat duha pada bulan Ramadhan dan shalat jamaah. Apalagi lingkungan madrasah ini berada dekat dengan pesantren. Aktivitas bernapas keagamaan yang menyatu dengan aktivitas belajar siswa diharapkan mampu membentuk watak mulia siswa-siswi. Karenanya, seperti  dikatakan Muntaha, pendidikan untuk membentuk karakter siswa perlu ditanamkan sejak dini.

Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: Fathul Jamil

Komentar